JAKARTA - JJ Amstrong Sembiring merupakan Kuasa Hukum Ir. Bataradjaja Inderadjajanata, yang juga mantan Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019 – 2023 bersama tim kantor hukumnya yaitu Julianta Sembiring dan Ratna Herlina Suryana, menyerahkan berkas pengaduan terkait pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor : 797/Pdt.G/2022/PN. Jkt. Brt Tanggal 2 Agustus 2023.
“Hari ini Senin tanggal 25 September Saya, JJ Amstrong Sembiring dan tim merupakan Kuasa Hukum Ir. Bataradjaja Inderadjajanata majelis hakim nelaporkan panitera yaitu terdiri dari ketua majelis hakimnya yaitu Iwan Wardhana SH MH, beserta hakim anggotanya Ade Sumitra Hadisurya SH MHum, Asmudi SH MHum, maupun paniteranya Abdul Gopur SH.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Menurut mantan capim KPK JJ Amstrong Sembiring, mendorong keadilan sudah sepatutnya menjadi dasar evaluasi sikap dan perilaku para hakim untuk kembali ke jalan Tuhan.
Masih kata JJ Amstrong Sembiring, putusan hakim harus mengandung nilai-nilai keadilan bagi kehidupan konkret manusia. "Aspek keadilan menunjuk kesamaan hak di depan hukum (equality before the law), baik kepada penguasa atau pengusaha maupun rakyat jelata, " kata Amstrong, sesaat setelah menyerahkan berkas laporan di Komisi Yudisial, Jakarta, Senin 25 September, 2023.
lanjut Amstrong, dalam beberapa bulan terakhir banyak hakim dan aparat pengadilan tertangkap tangan menerima suap.
“Kita tahu Hakim memiliki kebebasan dalam mengadili dan memutus suatu perkara. Tidak ada kekuasaan mana pun yang dapat mengurangi kebebasan hakim. Prinsip ini berlaku secara universal. Kebebasan hakim ini dari satu sisi sangatlah positif karena prinsip inilah yang dapat menghasilkan putusan yang adil, ” terangnya.
Akan tetapi, Amstorng menambahkan, bahwa di sisi lain, sesungguhnya prinsip ini menjadi pembuka pintu bagi hakim untuk melakukan tindakan koruptif. Pengawasan internal dan eksternal hanya menyangkut ada tidaknya pelanggaran etik, sedangkan soal teknis yudisial sepenuhnya diserahkan kepada hakim yang menangani perkara. Sangat terbuka bagi hakim-hakim yang tidak berintegritas untuk menyalahgunakan kebebasan yang mereka miliki.
“Semua perkara yang masuk ke pengadilan, perdata, pidana, dan tata usaha negara, berpeluang diduga untuk dijadikan jalan bagi oknum hakim untuk korupsi. Korupsi hakim dapat terjadi sebelum, di awal, di tengah, atau di akhir penyidangan perkara, ” ucapnya.
Bahkan Astrong juga mengatakan kalau hal tersebut bisa jadi rahasia umum, “Kita tahu itu bukan rahasia umum lagi yaitu sebagaimana diketahui dalam proses pemeriksaan semua jenis perkara, hakim mempunyai kebebasan untuk menggunakan dan mengesampingkan keterangan saksi, keterangan ahli, dan bukti-bukti sebagai pertimbangan hukum untuk pengambilan keputusan. Di sinilah hakim dapat menentukan netralitas atau keberpihakannya. Keberpihakan itu ada harganya. Dalam perkara perdata, hakim bisa memenangkan salah satu pihak, bisa juga mengabulkan semua atau sebagian dari gugatan. Kalau ada niat koruptif dengan memainkan putusan dari para hakim, tentu masing-masing ada “harganya”, ” bebernya.
Padahal di dalam kode etik dan perilaku hakim jelas-jelas disebutkan bahwa kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang harus diimplementasikan secara konkrit dan konsisten dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun di luar tugas yudisialnya, demikian disampaikan Amstrong.
"Hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum dan keadilan. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang merupakan panduan keutamaan moral bagi hakim, baik dalam menjalankan tugas profesinya maupun dalam hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan, " bebernya lagi.
Amstrong berharap, “semoga saja laporan ini bisa ditindaklanjuti dengan baik, karena kita hanya Cuma menginginkan proses penegakan hukum dapat dijalankan sesuai aturan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, ” harap Amstrong.
Ditempat yang sama, kuasa hukum Julianta Sembiring mengatakan masyarakat kecil sudah tidak percaya lagi dengan Hukum, jika setiap putusan yang benar - benar mutlak menang namun pada kenyataanya bukti - bukti dan fakta hukumnya nyata-nyata dikesampingkan oleh hakim adalah sangat merugikan masyarakat pencari keadilan .
“Bahwa peristiwa hukum yang terjadi atas perkara pada putusan nomor 797/pdt.G/2022/PN Jkt. Brt salah satunya adalah dalam putusan berkaitan pengunduran diri sebagai direksi komisaris Ir Bataradjaja Inderadjajanata tanggal 23 Agustus 2021 sah dan mengikat pengunduran diri tersebut belum diadakan RUPS dan tidak ada berita acara, ” terang Julianta Sembiring.
Hal senada juga disampaikan kuasa hukum Ratna Herlina Suryana mengatakan bahwa dalam tingkat banding jangan sampai terulang lagi dalam menganalisa penerapan perkara Hukum, supaya hakim di tingkat banding Pengadilan tinggi DKI Jakarta tegak lurus dalam penerapan hukumnya dan profesional, adil dan bijaksana,
“Sehingga perkara ini jangan sampe diintervensi oleh mafia peradilan atau mafia hukum, sehingga hukum dapat ditegakkan dengar benar, ” tegasnya.